Sabtu, 21 Mei 2016

Dear,

Selamat ulang tahun yang ke tujuh belas, Vanessa May!
Selamat ngerayain hari ke 6.025 di bumi!
Udah 141 hari kita ngga ketemu.
Maaf ngga bisa ada di sana, ngga bisa ngerayain, ngga bisa ngucapin langsung; bahkan ngga ngucapin jam 12 malem kayak biasanya.
Dimaafin, ngga?

Udah tambah tua, jangan nakal-nakal lagi.
Udah legal bikin ktp, sim sama surat nikah, jangan lasak-lasak lagi.
Harapannya sih supaya jualan obatnya makin laku :p
Ha-ha, nggalah, I wish nothing but always the best for you.
Be the best version of yourself.
Hm, good luck buat ubbnya. Jangan nyontek! Haha.
Apa lagi yaaa, hahaha, ditunggu pesta privatenya :p
Btw, cie potong rambut! Buang sial yak? Hahaha
Bagus kok.

SEE YOU SOON~
Miss you.


Setidaknya masing-masing kita sudah paham; tak ada kata jauh bagi doa.



Jakarta, 21 Mei 2016

Joy Christine

Kamis, 05 November 2015

"Tuhan memang satu, kita yang tak sama."

Petir yang menggelegar di luar sana membuatku melepas genggamanku pada cangkir ketiga kopi pahitku malam ini.
Cangkir putih susu itu terjun bebas dan langsung terpecah belah di lantai ruang kerjaku lengkap dengan kopi pahitku yang baru dua kali kuteguk.
Kenangan itu menghantam benakku kembali ketika aku memandang cangkirku yang berserakan.
Ternyata kita sesederhana itu; sesederhana cangkir dan kopi pahit itu.
Aku cangkirnya dan kamu kopi pahitnya.
Kita paradoks; terlihat begitu berbeda.
Aku putih, kamu hitam.
Tapi, meskipun hitam kelam warnamu, pahit pekat rasamu, kamu akan selalu jadi canduku.

Tapi, kita juga serumit itu; serumit pemilik cangkir yang menghempaskan cangkirnya hingga terpecah-belah.
Iya, kita seperti itu.
Pemilik pribadi kita berdua--yang kita sebut dengan panggilan Tuhan--sedang menghempaskan kita hingga hancur berkeping-keping.
Tuhan memang satu, kita yang berbeda.
Kita sama-sama beribadah pada-Nya, namun dengan cara yang sedikit berbeda.
Kamu di sana berlutut menghadap kiblat sambil menggenggam tasbih.
Sedangkan aku disini mengakui imanku dengan lantang melalui Pengakuan Iman Rasuli.
Namun, pemilik dan pencipta kita satu, kan?
Apa Dia yang penuh dengan cinta sedang mempermainkan kita?
Aku tertawa miris, merutuki diriku sendiri.
Cinta memisahkan cinta? Bagaimana bisa?

Namun, sekali lagi aku terenyuh; melihat dua cangkir kosong di meja kerjaku.
Cangkir itu juga milikku, sama seperti cangkir yang berserakan di hadapanku.
Aku sadar; aku bisa saja melempar cangkir itu juga hingga pecah berserakan.
Inilah kehidupanku dan kehidupanmu, sebagai milik-Nya.
Apalah hak kita sebagai milik-Nya?
Pada akhirnya, Dia yang menentukan jalan hidup kita.
Mungkin menurut-Nya, cangkir putih tak begitu cocok dengan kopi pahit berwarna hitam kelam.
Cangkir putih mungkin lebih cocok diisi dengan teh manis pelengkap cemilan sore.
Mungkin menurut-Nya, kopi pahit lebih cocok mengisi gelas beling atau cangkir yang lebih kecil; seperti espresso.

Aku menghela nafas dan berjongkok sambil mengambil satu persatu pecahan cangkirku.
Aku mendesis; jariku tergores.
Cairan kental berwarna merah menerobos keluar dari jari telunjukku.
Sakit, tentu saja.
Jikalau begitu, apa pemilikku pernah tersakiti oleh perlakuan sesuatu milik-Nya?
Aku terdiam. Hatiku masih saja berdentam menginginkanmu kembali. Tapi, apa daya?
Aku dan kamu, hanya sebagian kecil dari milik-Nya.

Setidaknya kita pernah saling melengkapi, walau hanya sebentar.
Oleh karena itu, mari kita saling berbahagia.

Selamat tinggal, kasihku.

©Joy Christine

Abstract Writing (2)

Bernafas atau hidup, apa bedanya?
Gelembung yang melingkupi kantung matanya
Rintihan yang tersenandung dari bibirnya
Cibiran yang terdengar oleh telinganya
Remuk hatinya, telanjang pikirannya
Coba beritahu aku, kawan lama
Bernafas atau hidup, apa bedanya?

©Joy Christine

Abstract Writing

Layaknya mawar, daya pikatmu sungguh luar biasa
Kemolekan tubuhmu tak bisa dihalangi sehelai kain yang membalut ragamu
Hitam kelam iris matamu bagai pusaran tak berujung
Merah delima bibirmu mengundang untuk dikecup

Tapi, layaknya mawar, kau penuh dengan duri
Tetes darah mereka tak berarti apa-apa untukmu
Rintihan kesakitan mereka bagai melodi di telingamu
Dan kau diam di sana, masih dengan daya pikatmu

Tapi, apakah kau tahu?
Layaknya mawar, dirimu terlalu rapuh untuk bertahan
Kau tak dapat bertahan dalam gelora dunia ini
Paling jelita, namun paling cepat layu dan mati
Kamu layaknya mawar, sadarkah dirimu?

©Joy Christine

Rabu, 20 Agustus 2014

Hujan.

Butiran-butiran bening yg baru saja membuncah dari gumpalan awan membuatku kembali mengenangmu.
Kenangan yg membuat hujan-hujan lain di pelupuk mataku.

Sedang apa kamu disana? Sedang melihat hujan sama sepertiku? Atau... sedang menikmati hujan bersama gadis lain?

Memori-memori yang tersusun rapi di benakku mengalun lembut kala aku menatap langit abu-abu dengan butiran air bening yg menetes membasahi bumi dimana tempat kita berpijak.            

Aku selalu tenggelam bersama kenangan manis yang tercipta denganmu, oh tidak. Aku yang menenggelamkan diri dan tidak ingin menyelamatkan diri dari candu kenangan bersamamu.

Dulu aku sangat menyukai hujan, karenamu. Sekarang aku sangat membenci hujan, juga karenamu. Aku sangat membenci diriku yang selalu mengingatmu ketika hujan turun.

Aku benci bagaimana mudahnya kau menghapus kenangan bersamaku sedangkan aku disini tergores kenangan yang aku peluk erat-erat.

Hujan, bisa kau antarkan rasa rinduku untuknya?

2014.08.20 22.50P.M - Joy Christine

Sabtu, 22 Februari 2014

Aku Bukan Seperti Dia

Di mana kamu disaat aku membutuhkanmu? Di mana kamu di saat aku jatuh? Di mana kamu disaat aku rapuh, di saat aku sakit, di saat aku terluka? Di mana?

Kamu ga pernah tau gimana rasanya jadi aku. Kamu ngga pernah tau apa-apa mengenai perjuanganku untukmu. Kamu hanya merasa aku tak cukup baik untukmu; dan memang aku menyadari, di sekelilingmu masih banyak yg lebih baik dariku. Aku memang bukan seperti mereka, aku lebih memilih menunjukkan perhatianku melalui cara yang tak pernah kau sadari dan kau ketahui. Seharusnya sekarang aku juga sudah bisa tertawa bahagia seperti kamu, tapi ternyata tidak.

Meski pun sekarang aku sudah mulai sadar diri, ada saat di mana kamu ga butuh aku lagi, saat di

Senin, 02 Desember 2013

Tetap Bertahan

Aku di sini, yang tetap bertahan untuk kamu, walaupun kamu tak pernah sedikit pun memperjuangkanku.

Semuanya terasa berbeda, sejak kata perpisahan itu terucap. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari aku lewati tanpa adanya kamu lagi. Kamu yang telah berhasil merebut hatiku dengan cara yang unik. Aku menyadari kebodohanku yang selalu berharap tinggi akan kamu. Tapi aku tetap saja berharap, suatu saat nanti, akan ada sebuah cela di mana kita dapat bersama lagi, seperti dulu.

Di setiap doaku, akan ku sempatkan menyebut namamu. Aku tahu semuanya ini salah, tapi apakah salah jika aku tetap bertahan? Bertahan dalam kondisi dimana aku yang selalu menyakiti diriku sendiri. Rasanya aku ingin menyerah saja, tapi aku tidak bisa. Hati kecilku terus memaksaku memperjuangkanmu, walaupun kamu tak pernah sedikitpun memperjuangkanku.

Seringkali aku terbuai oleh senyummu, walaupun senyum itu bukanlah untukku. Inilah cinta, aku terbang terlalu tinggi dan jatuh terlalu keras. Kini aku menyadari, cinta itu adalah sesuatu yang rumit, yang tak pernah dapat terpecahkan oleh logika manusia. Aku telah tersakiti berkali - kali, tetapi tetap saja aku bangkit lagi untuk terus memperjuangkanmu. Inilah aku, yang tetap bertahan, walau dalam rasa sakit yang teramat.

- inspired by someone who always smile although she's hurt.